Laporan UNESCO 2025: AI Diperingatkan Perlebar Jurang Pendidikan Global
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Kecerdasan artifisial (AI) berpotensi memperdalam ketimpangan pendidikan global antara negara maju dan berkembang, bukan menyetarakan akses. Peringatan keras ini dikeluarkan UNESCO dalam laporan terbaru "AI in Education: Promise and Perils" (2025), tepat sebelum Global Education Meeting di Paris.
![]() |
| AI dalam dunia pendidikan ( Pexel.com/Tara Winstead) |
Fakta Kesenjangan yang Mengkhawatirkan
Laporan setebal 250 halaman itu mengungkapkan kontras
ekstrem: 77% sekolah di Swedia telah menggunakan alat AI adaptif,
sementara hanya 12% sekolah di Nigeria memiliki infrastruktur
internet memadai untuk platform AI dasar.
"AI memerlukan infrastruktur digital, guru kompeten,
dan kurikulum relevan. Ketika satu unsur absen, ia bukan solusi – tapi alat
perbesar ketimpangan," tegas Dr. Elena Martinez, Peneliti Utama
UNESCO (15/7/2025).
Bentuk Nyata Ketimpangan
- Biaya: Langganan
platform AI pendidikan seperti Carnegie Learning mencapai $30/siswa/tahun –
setara biaya 6 bulan SPP sekolah pedesaan Indonesia (Bank Dunia, 2024).
- Kapasitas
Guru: Pelatihan guru untuk AI membutuhkan 120 jam, padahal 42%
guru di Afrika Sub-Sahara belum terlatih dalam pedagogi dasar (UNESCO
Institute for Statistics).
- Bias
Teknologi: AI tutor berbahasa Inggris di India mengabaikan 68%
siswa pedesaan yang menggunakan bahasa ibu (AI for All Foundation,
April 2025).
Proyeksi Krisis Generasi
Jika tak diintervensi:
- Siswa
di negara G20 akan kuasai 18% lebih banyak keterampilan AI pada
2030.
- 230
juta pelajar di negara miskin menjadi "pengguna pasif"
teknologi.
- Kesenjangan
literasi digital melonjak 40% dalam 5 tahun.
Solusi Darurat UNESCO
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengusulkan "AI
Equity Framework" meliputi:
- Dana
Solidaritas Digital $500 juta/tahun untuk infrastruktur wilayah
tertinggal.
- Pusat
pelatihan guru AI di Nairobi, Jakarta, dan Bogotá.
- Standar
etik wajib untuk transparansi algoritma dan data lokal.
"Tanpa aksi agresif, AI akan menciptakan kasta pendidikan baru," tegas Azoulay.
Tantangan Indonesia
Data Kemendikbudristek (2025) menunjukkan:
- Hanya 22%
sekolah di Indonesia Timur miliki server memadai untuk AI.
- Proyek "AI
School Assistant" baru menjangkau 120 sekolah perkotaan dari
220.000+ sekolah nasional.
"Darurat literasi digital! Hanya 8% guru mampu operasikan alat AI," ungkap Prof. Iwan Pranoto, Pakar Pendidikan ITB.
Tindakan Strategis
Para ahli menyerukan:
- Fokus
pada infrastruktur dasar sebelum AI high-end.
- Integrasi
kurikulum "Digital Intelligence Quotient".
- Regulasi
ketat terhadap komersialisasi AI di sektor publik.
Laporan ini menegaskan: "Kemajuan teknologi
hanya bermakna jika memajukan manusia, bukan meninggalkannya." Nasib
generasi mendatang bergantung pada langkah saat ini.
Sumber:
- UNESCO.
(2025). AI in Education: Promise and Perils
- World
Bank. (2024). EdTech Expenditure in Low-Income Countries
- Kemendikbudristek
RI. (2025). Peta Digitalisasi Pendidikan Indonesia
- AI
for All Foundation. (2025). Algorithmic Bias in Indian EdTech
- Azoulay,
A. (2025). Ethical Framework for AI-Enhanced Learning
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya

Komentar