“Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Titik Balik Menuju Demokrasi Terpimpin”
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Situasi
Politik Indonesia Menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Setelah Pemilihan Umum tahun 1955, terbentuklah kabinet Ali Sastroamidjojo II dari bulan Maret 1956 – Maret 1957. Kabinet sebelumnya yakni Burhanudin Harahap telah merintis pembatalan Uni Indonesia Belanda, maka Kabinet Ali Sastroamidjojo mempunyai tugas pembatalan seluruh perjanjian KMB , dimana masalah Irian Barat termasuk didalamnya. Selanjutnya Ali Sastroamidjojo sesuai programnya membentuk propinsi Irian Barat dengan ibukotanya di SoaSiu pada tanggal 17 Agustus 1956 dengan gubernur pertama yaitu Zainal Abidin Syah. Pada waktu itu Irian Barat masih diduduki Belanda dan merupakan bagian dari kesultanan Tidore.
Ali Sastro Amijoyo ( Internet )
Pada
waktu Kabinet Ali Satroamidjojo ini
masalah yang serius adalah banyaknya peristiwa pemberontakan daerah seperti
: pemberontakan PRRI dan Permesta serta
percobaan Coup d¢etat (pengambil alihan kekuasaan dengan paksa
dari militer) yang dilakukan Zulkifli
Lubis namun gagal.
Kabinet Ali Sastroamidjojo ini mulai terguncang dengan banyaknya tuntutan dan protes yang dilancarkan oleh pihak militer dengan adanya Dewan Banteng dan dewan-dewan lainnya yang menunjukkan bahwa militer mulai berani menentang pusat. Perkembangan di Sumatera menimbulkan kegoncangan dalam kabinet Ali II dimana Dahlan Ibrahim seorang menteri urusan Veteran dari Minangkabau mengundurkan diri. Masyumi menghendaki Kabinet Darurat dibawah Moh. Hatta , tetapi PNI dan Nu serta partai-partai kecil tidak mendukung. Sehingga pada tanggal 9 Januari Masyumi menarik menteri-menterinya dari Kabinet. Pusat belum bertindak tegas terhadap daerah-daerah yang melancarkan berbagai tuntutan. Sehingga mendorong Presiden Soekarno untuk mengemukakan gagasannya yang menandakan ketidakpuasannya terhadap sistem kabinet parlementer pada zaman demokrasi liberal itu. Pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Soekarno mengemukakan konsepnya yang dikenal dengan Konsepsi Presiden Soekarno atau Konsepsi Presiden . Konsepsi itu berisi hal-hal sebagai berikut :
§ Sistem demokrasi parlementer secara Barat tidak sesuai dengan
kepribadian Indonesia , oleh karena itu sistem itu harus diganti dengan sistem
demokrasi terpimpin.
§ Untuk pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin perlu dibentuk suatu
kabinet gotong-royong yang anggotanya semua partai dan organisasi berdasarkan
perimbangan kekuatan yang ada di
masyarakat. Konsepsi Presiden ini mengetengahkan pula perlunya pembentukan
“kabinet kaki empat” artinya keempat partai besar yakni PNI, Masyumi, NU dan
PKI turut didalamnya untuk menciptakan kegotongroyongan nasional.
§ Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan-golongan
fungsional dalam masyarakat. Tugas utama Dewan Nasional adalah memberi nasehat
kepada kabinet baik diminta maupun tidak diminta.
Konsepsi Presiden menimbulkan pro dan kontra. Pada tanggal 2 Maret 1957 Masymi, NU, PSII, partai Katholik, PRI Bung Tomo menolak konsepsi Presiden itu. Konsepsi Presiden membuat pemerintahan Ali Satroamidjojo tidak stabil dan akhirnya 4 Maret 1957 Kabinet Ali Sastroamidjojo II menyerahkan mandatnya. Setelah Kabinet Ali II jatuh , peranan Presiden Soekarno makin besar. Presiden menunjuk dirinya sendiri sebagai formatur Kabinet baru , dan hasilnya adalah Kabinet Karya yang dipimpin oleh PM Ir. Juanda. Kabinet Karya yang dipimpin Ir. Djuanda dilantik pada tanggal 9 April 1957 dimana anggotanya kebanyakan dari orang-orang ahli , meskipun banyak dari orang partai politik tetapi pengangkatannya tidak terikat oleh atau melalui partai.
b. Sidang-sidang Konstituante sampai Dekrit
Presiden
Konstituante
merupakan pembentuk UUD (Konstitusi) hasil pemilihan umum I tahun 1955.
Konstituate ini dipimpin oleh Wilopo , SH. Dalam sidangnya konsituante
ini tidak menghasilkan apa-apa , justru terjadi perpecahan antar partai dan
golongan, serta disetiap sidang selalu ditandai dengan perdebatan yang tiada
habisnya.
Dengan
kegagalan Konstituante tersebut mendorong Presiden mengemukakan gagasan untuk
kembali ke UUD 1945. Upaya kembali ke UUD 1945 juga dikehendaki Pimpinan ABRI
Mayor Jenderal A. H. Nasution . Kemudian
pimpinan ABRI menggerakkan dewan Menteri untuk mendesak Dewan Konstituante agar
menetapkan UUD 1945 secara konstitutional.
Maka Dewan Menteri mengadakan
sidang dan menghasilkan keputusan
mengenai pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke UUD
1945 pada tanggal 19 Pebruari 1959.
Pada
tanggal 22 April 1959 dihadapan konstituate Presiden Soekarno berpidato yang
isinya menganjurkan untuk kembali pada
Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah
berdasarkan keputusan Dewan Menteri juga menganjurkan Dewan Konstituante menetapkan
UUD 1945 berlaku kembali. Sesuai pasal 137 UUDS diadakan pemungutan suara
sampai tiga kali ( 30 Mei, 1 Juli, 2 Juni 1959) tetapi tidak mencapai dua per
tiga suara. Konstituate batal menetapkan UUD 1945 berlaku kembali. Terjadi
ketegangan dan ada partai politik yang tidak mau menghadiri sidang lagi ,
sehingga keadaan tersebut dianggap sebagai keadaan darurat. Akhirnya Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang kembali ke UUD
1945. Dekrit ini diucapkan pada hari Minggu sekitar pukul 17.00 WIB pada suatu
upacara resmi di Istana Negara .
Isi
Dekrit Presiden antara lain :
§ Pembubaran Konstituate
§ Berlakunya kembali UUD 1945 , dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
§ Akan dibentuk DPRS, MPRS dan DPAS.
Tindakan Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden adalah demi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara sekaligus mengakhiri masa Demorasi Liberal serta mendorong kepada pelaksanaan Demokrasi Terpimpin.
c. Tindaklanjut dikeluarkannya Dekrit Presiden
5 Juli 1959
1.
Pembentukan Kabinet Kerja
Menurut
UUDS 1950 kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri , berdasarkan UUD
1945 kembali dipegang oleh Presiden. Selanjutnya Presiden membentuk Kabinet
Kerja yang para menterinya tidak lagi terkait dengan asal partainya, dan
Jabatan Menteri Pertama dipegang oleh Ir
Djuanda. Dibentuknya Menteri Pertama
karena Wakil Presiden Moh Hatta telah mengundurkan diri sejak 1
Desember 1956 , sehingga Kabinet Kerja dapat menjalankan fungsinya dengan
baik. Kabinet Kerja ini dilantik pada tanggal 10 Juli 1959.
2.
Penetapan DPR
Dengan
adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ,
para DPR hasil Pemilu 1955 menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja,
sehingga dikeluarkannya Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1959 tentang penetapan
DPR. Pelantikan DPR hasil pemilihan umum Tahun 1955 sebagai DPR berdasarkan UUD
1945 dilaksanakan tanggal 23 Juli 1959.
3.
Pembentukan MPRS dan DPAS
Sebelum
MPR yang tetap sesuai dengan UUD 1945 , maka dibentuk MPR Sementara , berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun
1959. Anggota-anggota MPRS itu ditunjuk
dan diangkat Presiden dengan beberapa
syarat , yaitu :
§ Setuju kembali UUD 1945
§ Setia kepada perjuangan Republik Indonesia
§ Setuju kepada Manifesto politik
Keanggotaan MPRS terdiri dari anggota DPR ditambah utusan –utusan dari daerah dan wakil golongan. Anggota MPRS terdiri dari 261 anggota DPR, 94 utusan daerah dan 200 wakil Golongan Karya. Dalam penetapan Presiden ini ditegaskan bahwa tugas MPRS adalah menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
DPAS dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959 , dengan jumlah anggotanya 45 orang yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang utusan daerah , 24 wakil golongan karya dan satu orang wakil ketua . DPAS dilantik tanggal 15 Agustus 1959 , sebagai ketua Presiden sendiri dan wakil ketua Ruslan Abdul Gani. Tugas DPAS memberikan jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah . Disamping itu pada tanggal 15 Agustus 1959 juga melantik Ketua Dewan Perancang Nasional yaitu Mr. Moh Yamin dan Ketua Badan Pengawas Kegiatan Aparatur yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX .
4. Pembentukan
DPR- Gotong Royong
Pemerintah
mengajukan Anggaran Belanja Negara kepada DPR , tetapi DPR ternyata menolak
Anggaran Belanja Negara yang diajukan pemerintah Juni 1960. Akibatnya DPR
membubarkan DPR hasil pemilu 1955
berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960. Presiden kemudian
membentuk DPR baru yang disebut DPR Gotong Royong (DPR- GR) yang keanggotaannya
semua ditunjuk Presiden tanpa berdasarkan perimbangan kekuatan partai
politik dan dilantik tanggal 25 Juni 1960. Tugas DPR –GR adalah :
§ Melaksanakan Manipol
§ Mewujudkan Amanat Penderitaan Rakyat
§ Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
5.
Penetapan GBHN
Pada
saat peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959 , Presiden
Soekarno mengucapkan pidato berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato
ini dikenal dan diberi sebutan “Manifesto Politik Republik Indonesia (MANIPOL)
. Kemudian DPAS dalam sidangnya tanggal 23-25 September 1959
mengusulkan Manipol dijadikan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Penetapan Manipol menjadi GBHN dilakukan
dengan Penpres No. 1 Tahun 1960 , kemudian
dikukuhkan MPRS dengan ketetapan No. 1/ MPRS/Tahn 1960. Ditambahkan oleh Presiden Soekarno bahwa
intisari Manipol ada lima hal yaitu :
§ Undang-Undang dasar 1945
§ Sosialisme Indonesia
§ Demokrasi Terpimpin
§ Ekonomi Terpimpin
§ Kepribadian Indonesia
Lima intisari Manipol disingkat USDEK
Kata Kunci : # Dekrit Presiden, # Demokrasi Terpimpin,
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar