Full Day School vs Keseimbangan Hidup Anak: Mencari Titik Temu Ideal
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Penerapan sistem Full Day School (FDS) di berbagai
sekolah Indonesia terus memantik perdebatan sengit. Di satu sisi, tuntutan
kompetensi global dan keinginan memaksimalkan waktu belajar menjadi
pendorongnya. Di sisi lain, kekhawatiran akan terampasnya waktu bermain,
istirahat, dan bersosialisasi anak kian mengemuka. Lantas, mana yang lebih
ideal: sekolah seharian penuh atau menjaga keseimbangan hidup anak? Data
dan riset menunjukkan jawabannya tidak hitam putih, melainkan terletak pada
kualitas implementasi.
![]() |
| FDS & Keseimbangan Hidup Anak (Pexels.com/Ben Muk) |
Mengupas Full Day School: Janji dan Tantangan
Model FDS umumnya berarti anak berada di sekolah sekitar 8
jam (biasanya pukul 07.00-15.00 atau lebih), mencakup pembelajaran akademik,
pengembangan karakter, ekstrakurikuler, dan terkadang waktu mengerjakan tugas.
Argumen pendukungnya memiliki dasar:
- Pendalaman
Materi & Remedial: Waktu panjang memungkinkan penjelasan materi
lebih mendalam dan remedial tanpa membebani rumah.
- Contoh: Siswa
kelas 5 SD di sekolah FDS Surabaya memiliki sesi "Problem Solving
Clinic" setelah makan siang untuk membahas kesulitan matematika
intensif (Wawancara Guru, SDN X Surabaya, Jan 2024).
- Pengawasan
Terstruktur: Bagi orang tua bekerja, FDS memberikan kepastian anak
dalam lingkungan terawasi selama jam kerja (Kajian Kebijakan FDS, Pusat
Studi Pendidikan, 2020).
- Pengembangan
Karakter & Soft Skills: Waktu ekstra digunakan untuk
ekstrakurikuler dan proyek kolaborasi.
- Referensi: Studi
Kemendikbudristek (2018) *menemukan peningkatan partisipasi kegiatan
non-akademik di 60% sekolah FDS sampel*. Namun, studi ini juga
mengakui variasi kualitas implementasi yang sangat lebar.
Keseimbangan
Hidup Anak: Fondasi Penting yang Kerap Terabaikan
Keseimbangan hidup anak meliputi elemen krusial di luar
akademik:
- Waktu
Istirahat dan Pemulihan: Otak anak membutuhkan downtime untuk
konsolidasi memori.
- Referensi
& Contoh: Survei KPAI (2021) terhadap 500 siswa FDS
di 5 kota besar menemukan: 65% melaporkan kelelahan kronis,
55% mengalami sulit konsentrasi di sore hari, dan 48% merasa waktu
bermain bebas sangat kurang. ("Dampak FDS pada Waktu Anak",
KPAI, 2021).
- Waktu
Keluarga Berkualitas: Interaksi bebas tekanan dengan keluarga kunci
bagi perkembangan emosi.
- Referensi: Laporan
UNICEF "The State of the World's Children 2021: On My
Mind" menekankan hubungan keluarga yang hangat dan waktu
berkualitas sebagai fondasi ketahanan mental anak. Waktu yang
terampas berisiko melemahkan fondasi ini.
- Eksplorasi
Diri dan Minat Bebas: Waktu luang tak terstruktur penting untuk
kreativitas dan identitas diri.
- Referensi: American
Academy of Pediatrics (AAP) dalam pernyataan kebijakannya "The
Power of Play" (2018) secara tegas menyatakan bermain bebas
(unstructured play) adalah kebutuhan perkembangan yang fundamental bagi
kognitif, sosial, emosional, dan fisik anak.
- Kehidupan
Sosial di Luar Sekolah: Membangun jaringan sosial di lingkungan rumah
dan komunitas.
Dilema
Implementasi: Di Mana Seringnya Masalah Muncul?
Kritik utama terhadap FDS seringkali bukan pada konsepnya,
tapi pada praktik di lapangan:
- Belajar
Pasif Berlebihan: Banyak sekolah mengisi jam tambahan dengan ceramah
panjang atau lembar kerja, bukan aktivitas bermakna, menyebabkan kebosanan
dan kelelahan (Observasi Lapangan, Komnas PA, 2022).
- PR
yang Tak Berkurang: Anak FDS kerap masih mendapat PR berat,
menyerobot waktu pemulihan di rumah (Keluhan Orang Tua dalam FGD KPAI,
2023).
- Infrastruktur
Tidak Mendukung: Kekurangan ruang istirahat/bermain nyaman, kantin
kurang sehat, atau minim area hijau memperparah kejenuhan (Laporan
Pemantauan Infrastruktur Sekolah, Kemendikbudristek, 2022).
- Mengabaikan
Perbedaan Individual: Ritme biologis dan kebutuhan sosial anak
(introvert vs ekstrovert) sering tidak diakomodasi.
Mencari
Solusi: Prinsip untuk FDS yang Berpihak pada Anak
Potensi FDS bisa dioptimalkan tanpa mengorbankan
keseimbangan dengan pendekatan:
- Fleksibilitas
Kegiatan: Menyediakan opsi kegiatan sore (ekstrakurikuler, proyek
mandiri, baca tenang) sesuai minat dan energi anak. Tidak semua harus
wajib mengikuti semua.
- Metode
Belajar Efektif & Minim PR: Memprioritaskan pembelajaran aktif,
kolaboratif, berbasis proyek selama jam sekolah. Jam panjang harus
menghapuskan PR konvensional (Rekomendasi Asosiasi Pedagog
Indonesia, 2023).
- Istirahat
Bermakna & Fasilitas Memadai: Menyediakan waktu istirahat cukup
(misal, 30-45 menit setelah makan siang) dan ruang nyaman untuk relaksasi
atau interaksi sosial bebas.
- Kemitraan
Sekolah-Orang Tua: Dialog terbuka tentang beban anak dan komitmen
orang tua memanfaatkan waktu rumah untuk interaksi berkualitas, bukan
tambahan les.
- Belajar
dari Model Sukses: Finlandia, dengan jam sekolah pendek tapi
sangat bermutu dan banyak istirahat aktif, menunjukkan keseimbangan adalah
kunci keberhasilan akademik jangka panjang (PISA Reports, OECD).
Keseimbangan
Bukan Opsional, Melainkan Fondasi
FDS bukan konsep buruk secara inheren. Potensinya untuk
pengalaman belajar kaya dan pengawasan aman nyata. Namun, keunggulan ini hanya
terwujud jika kesejahteraan dan keseimbangan hidup anak menjadi prioritas
utama desain dan pelaksanaannya.
Membebani anak dengan jam panjang tanpa memenuhi kebutuhan
dasar istirahat, bermain bebas, waktu keluarga, dan eksplorasi diri adalah
resep untuk kelelahan, penurunan motivasi intrinsik belajar, dan
ketegangan hubungan keluarga.
Pertanyaan krusialnya adalah: Apakah struktur sekolah
(FDS atau bukan) membantu anak tumbuh menjadi pelajar yang cakap dan manusia
yang seimbang, bahagia, serta tangguh secara emosional? Jawabannya
terletak pada komitmen kolektif untuk menempatkan kebutuhan perkembangan
holistik anak di atas segalanya. Keseimbangan hidup anak bukan kemewahan; ia
adalah fondasi non-negoisasi bagi kesuksesan dan kebahagiaannya yang
berkelanjutan.
Daftar Referensi Utama:
- Kemendikbudristek.
(2018). Studi Dampak Awal Implementasi Kebijakan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) Melalui Perpanjangan Jam Belajar di Sekolah.
Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan
Penelitian dan Pengembangan.
- Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (2021). Laporan Hasil
Pemantauan Dampak Full Day School Terhadap Pemenuhan Waktu Bermain dan
Istirahat Anak di 5 Kota Besar. Jakarta: KPAI.
- UNICEF.
(2021). *The State of the World's Children 2021: On My Mind -
Promoting, protecting and caring for children's mental health*. New York:
UNICEF.
- American
Academy of Pediatrics (AAP). (2018). The Power of Play: A
Pediatric Role in Enhancing Development in Young Children. Pediatrics,
142(3), e20182058.
- Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). (2022). Catatan Pemantauan
Implementasi Kebijakan Pendidikan: Menyoal Beban Belajar Anak.
Jakarta: Komnas PA.
- Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD). Programme for
International Student Assessment (PISA) Results. (Berbagai Tahun).
Diakses melalui: https://www.oecd.org/pisa/
- Asosiasi
Pedagog Indonesia (API). (2023). Rekomendasi Kebijakan Tentang
Beban Belajar dan Sistem Jam Sekolah yang Berpihak pada Anak. Jakarta:
API. (Catatan: Rekomendasi organisasi profesi).
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya

Komentar