Gelar vs. Kompetensi, Masihkah Ijazah Jadi Penentu di Era Perekrutan Berbasis Skill?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Ketika perusahaan seperti IBM dan GoTo membuka lowongan tanpa syarat gelar sarjana, sementara bootcamp digital meluluskan ribuan talenta bersertifikat, dunia kerja mempertanyakan: Seberapa besar peran ijazah akademik di tengah gencarnya gerakan skill-based hiring? Perdebatan ini tak hanya mengubah strategi rekrutmen, tapi juga memicu refleksi atas relevansi sistem pendidikan konvensional.
![]() |
| Wisuda Sarjana (Pixels.com/Pixabay) |
Pendorong
Tren Skill-Based Hiring
- Respons
atas Kesenjangan Keahlian
Laporan LinkedIn (2024) mengungkap: 76% perusahaan kesulitan menemukan kandidat dengan kemampuan teknis mutakhir (seperti AI atau analitik data). Gelar dianggap tak lagi mampu menjamin penguasaan tools industri yang berkembang cepat. - Revolusi
Akses Pendidikan
Maraknya platform seperti Coursera dan Dicoding memungkinkan siapa pun menguasai kompetensi spesifik dalam hitungan bulan. Contoh konkret: Google Career Certificates melaporkan 40% lulusannya berhasil bekerja tanpa gelar S1 (Data Google, 2023). - Efisiensi
Perusahaan
Penelitian Harvard Business School (2024) membuktikan: Perusahaan yang menghilangkan prasyarat ijazah berhasil: - Memangkas
biaya rekrutmen hingga 30%
- Meningkatkan
keragaman karyawan
- Menekan angka turnover berkat fokus pada kemampuan teknis.
Bukti
Lapangan: Perusahaan yang Beralih ke Kompetensi
- IBM:
50% posisi di divisi AI & cloud terbuka untuk
non-sarjana (Forbes, 2024).
- GoTo
Group: Program #GoToFutureLeaders menyeleksi kandidat
berdasarkan portofolio dan uji keterampilan, bukan latar belakang kampus
(Kompas Tekno, 2025).
- Startup Lokal: Sociolla dan Kopi Kenangan merekrut pemimpin tim digital dari lulusan bootcamp atau magang intensif.
Dinamika
di Indonesia: Antara Tradisi dan Inovasi
Meski tren kompetensi menguat, realitas Tanah Air
menunjukkan nuansa:
- Bidang
Terregulasi: Dokter, pengacara, dan insinyur tetap wajib berijazah
demi standar profesi.
- Bidang
Kreatif: Musisi Eka Gustiwana menyatakan:
"Di industri saya, portofolio dan jaringan lebih
berpengaruh daripada gelar akademik."
- Data
Kemenaker RI (2025): 65% lowongan IT & desain grafis di Karir.com kini
menerima "S1 atau sertifikat kompetensi setara".
Perspektif
Ahli: Gelar Bukan Lagi "Gerbang Tunggal"
Dr. Rini Setiowati (Pakar SDM UI):
"Nilai gelar terletak pada pembentukan logika dan
kedisiplinan. Namun di era VUCA, keahlian adaptif lebih menentukan
kesuksesan. Idealnya, gelar dilengkapi sertifikasi spesifik."
Andi Budimansyah (CEO Binar Academy):
"Alumni bootcamp yang diterima
di BCA atau Traveloka membuktikan: kemampuan
menyelesaikan masalah riil adalah mata uang baru dunia kerja."
Sintesis
untuk Masa Depan
- Bagi
Perusahaan: Skill-based hiring menjangkau talenta
tersembunyi (hidden gems) yang terhalang bias ijazah.
- Bagi
Pekerja: Gelar adalah fondasi, tapi pembelajaran seumur hidup
(lifelong learning) adalah kunci bertahan.
- Tren
Hybrid: Model "Gelar + Sertifikasi Mikro" (contoh:
program online MIT/Harvard) diprediksi menjadi standar baru.
- LinkedIn
Workplace Learning Report (2024)
- Google
Impact Report: Career Certificates (2023)
- Harvard
Business School, "Breaking the Paper Ceiling" (2024)
- Wawancara
dengan Kemenaker RI & Binar Academy (Juli 2025)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya

Komentar