Meningkatkan Potensi Anak Berkebutuhan Khusus
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
|  | 
| ABK ( Pexels.com/RDNE Stock Project) | 
Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan
Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple
Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic,
Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca,
Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
14. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
15. Autis
16. Korban Penyalahgunaan Narkoba
17. Indigo
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar
setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat.
Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang
bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki
perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal
31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi
keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang
berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik
maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini
telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas
keberagaman dalam masyarakat.
Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan
fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya
yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem
pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang
berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari
telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel dengan anak
– anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok
difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara
kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral
dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak –
haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan
Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah
Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang
disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa
setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di
setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong
terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam
prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan
tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para
guru.
Meski sampai saat ini sekolah
inklusi masih terus melakukan perbaikan dalam berbagai aspek, namun dilihat
dari sisi idealnya sekolah inklusi merupakan sekolah yang ideal baik bagi anak
dengan dan tanpa berkebutuhan khusus. Lingkungan yang tercipta sangat mendukung
terhadap anak dengan berkebutuhan khusus, mereka dapat belajar dari interaksi
spontan teman-teman sebayanya terutama dari aspek social dan emosional.
Sedangkan bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus memberi peluang kepada
mereka untuk belajar berempati, bersikap membantu dan memiliki kepedulian.
Disamping itu bukti lain yang ada mereka yang tanpa berkebutuhan khusus
memiliki prestasi yag baik tanpa merasa terganggu sedikitpun
Penyelengaraan sistem pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusi (inclusive society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai – nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas kehidupan. Pemerintah melalui PP.No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 41(1) telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.
Undang – undang tentang pendidikan inklusi dan bahkan uji
coba pelaksanaan pendidikan inklusinya pun konon telah dilakukan.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah :
1. Sejauh mana keseriusan pemerintah untuk mendorong terlaksananya sistem
pendidikan inklusi bagi kelompok difabel?
2. Bagaimanakah kurikulum yang dipakai dalam pendidikan inklusi?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
 
 
Komentar