Menjadikan Guru GAUL ( Tinjauan Pemikiran Guru )
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
![]() |
| Guru Gaul ( Pexels.com/Andrea Piacquadio) |
Upaya Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia tidak
pernah surut. Kita bisa lihat dari kebijakan Pemerintah di sektor pendidikan
baik yang bersifat langsung seperti pengadaan sarana dan prasarana sekolah, penyediaan
dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), pengembangan kurikulum, penyediaan buku
pelajaran, penyelenggaraan penataran guru, tunjangan Sertifikasi Guru, maupun
yang bersifat tidak langsung, seperti pemberlakuan peraturan perundang-undangan,
dari mulai UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 19
tentang Standar Nasional Pendidikan , sampai Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional No. 129A/U/2005 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pendidikan, Bahkan
dalam RENSTRA DEPDIKNAS tahun 2005-2009, upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan
lebih mengarah kepada tataran praktis yaitu mendorong semakin terjadinya perluasan
inovasi pembelajaran dan akses masyarakat untuk lebih banyak berperan dan
berinisiatif dalam meyelenggarakan dan meningkatkan mutu pendidikan terbuka
lebar.
Namun pertanyaan-pertanyaan sederhana mengemuka: Apakah upaya
Pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidkan Indonesia sudah membuahkan hasil? Apakah
dana BOS sudah berhasil mendongkrak mutu pendidikan kita atau malah membuka
peluang baru untuk korupsi? Apakah pengembangan kurikulum dan penyediaan buku
pelajaran sudah menggairah dunia pendidikan kita atau hanya sekadar pedoman
yang tersimpan rapi sementara para penyelenggara pendidikan masih betah berada
pada dunia nyamannya? Apakah penataran guru sudah meningkatkan kompetensi guru
dalam mengajar atau ia hanya sekadar 6 D? Datang, duduk, dengar, diam dapat duit? Apakah tunjangan
Sertifikasi Guru serta merta menggelorakan semangat guru untuk memberikan pengadian
terbaiknya atau malah mengubah gaya hidup mereka menjadi hedonis - pamer-pamer
mobil kreditan? Sebagus apapun aturan, kebijakan, bantuan, selama ujung
tombaknya orang yang salah, selama ujung tombaknya sudah burn-out, selama
ujung tombaknya tidak mau berubah, maka akan sia-sia belaka segala perangkat aturan
, kebijakan, dan bantuan itu. Lalu siapakah ujung tombak pendidikan itu? Tidak
lain adalah Guru! Guru termasuk tenaga pendidik yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaran pendidikan. Dalam artikel ini saya
membatasi tenaga pendidik, hanya pada guru saja tidak yang lain karena saya
yakin guru memberikan kontribusi terbesar dalam keberhasilan pendidikan.
Lalu bagaimana meningkatkan kualitas guru? Saya menawarkan solusi
sederhana yang saya rumuskan ke dalam kata GAUL (Gaul, Gemar membaca dan
menulis, Akhlaqnya terpuji, Unik, dan Leader) . Pertama, kata “gaul” sendiri
yang berarti dekat dengan siswa,mampu berinteraksi dengan siswa, mengetahui
dunia siswa: apa yang sedang digandrungi mereka, lagu, mode, bacaan, film ,
pendek kata, mengetahui dunia mereka sebelum mereka kita bawa ke dunia kita.
Sejalan dengan asas utama Quantum Teachingnya Bobby De Porter (2004) : “Bawalah
Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka,”
seorang guru harus mendapatkan hak mengajarnya dari anak didiknya dengan cara
menjalin hubungan baik dengan mereka karena mengajar adalah hak yang harus
diraih dan diberikan oleh siswa bukan oleh Departemen pendidikan. Sertifikasi
mengajar adalah dokumen yang menyatakan ia punya wewenang untuk mengajar bukan
hak untuk mengajar. Oleh karena itu, agar kualitas guru meningkat, guru harus
dibekali dengan kemampuan beradaptasi dengan cepat, kemampuan menyelami anak
didiknya, kemampuan memahami psikologi perkembangan, kemampuan berkomunikasi
efektif, kemampuan memikat hati anak didiknya. Lembaga-lembaga yang berwenang
dalam meningkatkan kualitas guru harus sudah mulai memikirkan dan memfasilitasi
training dan workshop guru yang menjadikan mereka sosok guru yang “gaul”
Selain itu, salah satu indikator bahwa kualitas guru meningkat
adalah seberapa jauh kemampuan
literasinya. Semakin baik kemampuan literasinya akan semakin baik pula kualitas
mengajarnya. Oleh karena itu, salah satu syarat menjadi guru adalah mereka yang
gemar membaca dan menulis. Dengan membaca pengetahuannya akan bertambah, jika
pengetahuannya bertambah, maka kompetensinya juga akan meningkat. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan kualitas pendidik, sekolah harus memiliki program
literasi untuk anak didik dan gurunya secara
terencana dan terukur. Miris sekali menerima kenyataan bahwa skor membaca
anak Indonesia pada Program for International Student Assessment (PISA) hanya 396 (OECD PISA, 2012) , dan menduduki
rangking 64 dari 65 negara. Hal ini
boleh jadi disebabkan oleh kemampuan literasi guru yang rendah pula. Belum lagi
membaca penelitian penyair Taufik Ismail yang dikenal dengan “Tragedi Nol
Buku” adalah sebuah riset yang dilakukan
di 13 negara antara Juli-Oktober 1997. Hasilnya mencengangkan: Kewajiban baca
buku sastra di SMA Indonesia NOL judul. Dari risetnya ia berkesimpulan bahwa
siswa kita tidak membaca dan tidak menulis, siswa kita rabun membaca dan
pincang menulis. Jadi, jika ingin pelayanan pendidikan berkualitas tingkatkan
dulu kualitas literasi guru-gurunya. Saya mengapresiasi apa yang dilakukan
Diknas Kabupaten Bogor yang menggagas dan memfasilitisai terbentuknya Komunitas
Gemar Membaca dan Menulis (KAGUM). Ini adalah wujud nyata yang dilakukan
pimpinan diknas Kabupaten Bogor serta para pegiat KAGUM untuk meningkatkan kualitas guru, khususnya
di Kabupaten Bogor.
Yang juga perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pendidik
adalah akhlaq terpuji, bukankah guru itu sosok yang diGugu dan ditiRU oleh anak didiknya?, dari merekalah sumber kesalihan,
kejujuran, kesopanan dan kesantunan. Guru adalah cermin dan teladan. Hati yang
keras, tidak patuh, kasar dari anak didik, dapat luluh oleh kelemah-lembutan
guru. Jika guru-guru sekolah akhlaqnya terpuji, dan mereka mampu “menularkan”
akhlaq terpuji mereka kepada anak didiknya, maka yang akan muncul di sekolah
itu kebiasaan yang baik seperti sapa, salam, dan santun. Ketika hal itu
terinternalisasi secara konsisten di sekolah, maka akan muncul budaya saling
menghormati, menyayangi dan menghargai. Dengan demikian, jika ingin kualitas
guru meningkat, maka perbaiki akhlaq para gurunya. Sekolah dan instansi terkait
harus punya program rekrutmen dan pembinaan guru yang tepat untuk itu.
Menyambung pembicaraan di atas , salah satu hal yang menjadikan
guru disukai adalah guru yang mengajar dengan cara dan metode yang
berbeda, itulah guru yang unik. Guru
yang unik mampu menjadikan pembelajaran jadi bermakna dan bermanfaat. Siswa
selalu antusias mengikuti proses belajar mengajar karena selalu ada hal-hal
yang baru dan unik yang diberikan. Guru yang unik adalah guru yang mampu
menghubungkan antara pelajaran dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan. Oleh
karena itu, sekolah atau instansi terkait ,harus memfasilitasi gurunya untuk
mampu berinovasi dalam pembelajarannya.
Yang terakhir dan ini penting. Seorang guru harus memiliki
kemampuan untuk memimpin. Boleh jadi ia gaul, gemar membaca dan menulis,
ia memiliki akhlaq terpuji, dia unik dalam mengajar, tapi jika ia tidak
memikili karakter pemimpin, maka akan sia-sia tiga hal di atas karena memimpin
adalah seni memotivasi, mengarahkan dan mempengaruhi orang. Jika seorang guru
tidak dapat memotivasi , mengarahkan dan mempengaruhi anak didiknya untuk
berubah atau berperilaku baik,semangat dalam belajar, dan mencintai ilmu, maka tujuan pendidikan tidak akan tercapi walupun
ia secara pribadi gaul, gemar membaca-menulis dan unik. Sekolah atau instansi
terkait harus memiliki program yang dapat menjadikan guru-gurunya memiliki
karakter pemimpin.
Untuk meningkatkan kualitas pendidik dalam pelayanan pendidikan
dibutuhkan guru-guru yang gaul, gemar membaca dan menulis, memiliki akhlaq
terpuji, mengajar dengan cara yang unik, dan memiliki karakter pemimpin.
Sekolah atau instansi yang menangani pembinaan dan peningkatan kualitas guru
harus memiliki program yang menjadikan guru-guru mereka menjadi guru yang GAUL.
Disadur dari : Amru Asykari
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya

Komentar