Kenapa Hidup Berkelanjutan Itu Penting? Ini Jawaban dan Langkah Nyatanya !
Halo, Saya Tryswid, blogger yang suka berbagi pengetahuan dan pengalaman seputar pendidikan, sains dan gaya hidup. Blog ini saya buat sejak tahun 2008 sebagai tempat belajar dan berbagi hal-hal menarik tentang dunia kita. Terima kasih sudah berkunjung semoga tulisan di sini bermanfaat buat kalian semua. Salam hangat, Tryswid
Bayangkan dua lulusan sekolah: Satu menguasai rumus
matematika namun kaku berkolaborasi. Lainnya mungkin tak hafal semua teori,
tetapi lincah memecahkan masalah nyata, berkomunikasi efektif, dan gigih
menghadapi tantangan. Siapakah yang lebih siap menghadapi kompleksitas dunia
abad ke-21? Jawabannya jelas, namun sistem penilaian tradisional kerap lebih
memuliakan yang pertama. Di sinilah peran krusial guru bergeser: dari
sekadar penguji pengetahuan menuju fasilitator dan penilai holistik, melalui
pendekatan "Authentic Assessment" atau Penilaian Autentik.
Mengapa Autentik? Melampaui Batas Lembar Jawaban
Penilaian autentik bukan sekadar tren pendidikan. Ia adalah
respons mendesak terhadap kesenjangan besar antara apa yang diukur di sekolah
(biasanya pengetahuan faktual dan prosedural melalui tes tertulis) dengan
kompetensi yang sesungguhnya dibutuhkan dalam kehidupan, pekerjaan, dan
masyarakat. Grant Wiggins, tokoh pendidikan AS yang mendorong konsep ini sejak
akhir 1980-an, mendefinisikan penilaian autentik sebagai "penugasan
yang meminta siswa untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilannya secara
bermakna dalam konteks yang relevan dan meniru tantangan dunia nyata" (Wiggins,
1989).
"Tes tertulis penting untuk mengukur pemahaman
konseptual tertentu, tetapi ia gagal menangkap dimensi manusiawi siswa yang
lebih luas – kreativitas, kerja tim, etos kerja, kemampuan beradaptasi,
empati," tegas Dr. Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan
Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, dalam sebuah webinar baru-baru
ini. "Authentic assessment bukan pilihan lagi, ia menjadi keharusan
jika kita ingin lulusan kita tidak hanya cerdas secara akademis, tapi juga
tangguh dan kompeten secara sosial-emosional."
Guru, Arsitek
Penilaian yang Bermakna
Implementasi penilaian autentik menempatkan guru pada peran
sentral yang menuntut kreativitas, observasi mendalam, dan refleksi
berkelanjutan. Ini jauh lebih kompleks daripada sekadar menyiapkan kunci
jawaban. Peran guru meliputi:
Dari Teori ke Praktik, Contoh Nyata di Ruang Kelas
Bagaimana wujudnya? Berikut contoh konkret yang bisa
diadopsi guru di berbagai jenjang dan mata pelajaran:
Tantangan dan Dukungan yang Diperlukan
Implementasi penilaian autentik bukan tanpa hambatan.
Membutuhkan waktu lebih banyak untuk persiapan, observasi, dan pemberian umpan
balik. Guru memerlukan pelatihan berkelanjutan untuk merancang tugas dan rubrik
yang valid. Rasio siswa-guru yang tinggi juga menjadi kendala dalam observasi
mendalam.
"Pemerintah menyadari tantangan ini," ujar Dr.
Anindito. "Melalui program Guru Penggerak dan platform Merdeka
Mengajar, kami berupaya membekali guru dengan pemahaman, contoh praktik baik,
dan komunitas belajar untuk saling berbagi strategi penilaian autentik yang
efektif." Dukungan sekolah dalam alokasi waktu dan sumber daya juga
krusial.
Investasi untuk Masa Depan
Menggeser fokus penilaian dari sekadar angka ujian menuju
potret utuh keterampilan dan sikap siswa melalui pendekatan autentik bukanlah
pekerjaan mudah. Namun, ini adalah investasi fundamental. Saat guru mampu
menilai dan membimbing siswa secara holistik, mereka tidak hanya memenuhi
tuntutan kurikulum, tetapi lebih dari itu. Mereka sedang membekali generasi
muda dengan kompas nyata untuk menghadapi ketidakpastian masa depan, membentuk
insan yang tidak hanya pintar, tetapi juga berkarakter, adaptif, dan siap
berkontribusi positif bagi dunia. Peran guru, sekali lagi, menjadi penentu
arah.
Referensi:
Komentar