Sabtu, 15 Maret 2025

Kontroversi di Balik Live Shopping, Risiko Penipuan bagi Konsumen !

Saat influencer terkenal menawarkan tas merek mewah seharga Rp 299 ribu dalam sesi live shopping, ribuan pembeli langsung membanjiri kolom komentar untuk memesan. Namun, kegembiraan itu berubah menjadi kekecewaan ketika salah seorang pelanggan menerima barang dengan logo yang mudah terkelupas dan kode autentikasi tidak valid. Kisah ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus yang menguak sisi kelam di balik popularitas belanja langsung via siaran digital. 

Live Shopping, Revolusi Belanja yang Diselimuti Masalah 
Live shopping, metode belanja interaktif melalui siaran langsung, telah mengubah wajah e-commerce global. Di China, menurut laporan Statista (2022), 20% transaksi online tahun lalu dilakukan melalui format ini. Sementara di Indonesia, platform seperti TikTok Shop melaporkan kenaikan transaksi hingga tiga kali lipat pada 2023. Namun, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat, keluhan terkait produk palsu dan penipuan selama sesi live shopping melonjak 45% sepanjang tahun ini. “Live shopping memanipulasi rasa urgensi dan kedekatan emosional. Sayangnya, ini dimanfaatkan pelaku nakal untuk menipu,” jelas Dr. Rina Wijayanti, ahli ekonomi digital Universitas Indonesia.
 
Hati-hati dengan Belanja Online (Pexels.com/Kampus Production)

Taktik Penipuan, Akun Palsu hingga Rekayasa Teknologi 
Investigasi menunjukkan beberapa modus yang kerap dipakai pelaku: 1. Influencer Abal-abal, akun dengan ribuan follower palsu menjual barang replika. 2. Diskon Menyesatkan, produk mewah ditawarkan dengan potongan harga ekstrem (hingga 90%), padahal kualitasnya jauh di bawah standar. 3. Rekayasa Visual, filter dan pencahayaan digunakan untuk menyembunyikan cacat produk, bahkan teknologi deepfake yang membuat selebritas terlihat mengiklankan barang tiruan. Contoh nyata terjadi Agustus 2023, ketika TikTok Shop memblokir 1.200 akun penjual di Indonesia karena terlibat transaksi ilegal senilai Rp 12 miliar. Salah satu kasus viral melibatkan pengiriman telepon pintar palsu yang diklaim sebagai iPhone asli. 

Upaya Perlindungan, Teknologi vs. Kelicikan Pelaku 
Platform e-commerce mulai meningkatkan sistem keamanan. TikTok Shop, misalnya, memberlakukan verifikasi tiga tahap untuk penjual dan garansi pengembalian dana. Shopee menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memantau siaran mencurigakan. Namun, kecepatan pelaku mengeksploitasi celah sering kali mengalahkan algoritma. “Kami menghapus 98% konten melanggar sebelum pengguna melaporkan, tetapi live shopping punya risiko unik karena terjadi secara real-time,” ujar Andi Permana, perwakilan TikTok Indonesia. Di sisi regulasi, BPKN sedang merancang aturan khusus untuk live commerce, termasuk denda dan pencabutan izin. Namun, hingga kini, payung hukum yang komprehensif masih belum tersedia. 

Konsumen di Persimpangan, Antara Praktis dan Waspada 
Bagi banyak orang, live shopping adalah kombinasi antara hiburan dan kepuasan instan. “Saya suka interaksinya, tapi pernah dapat skincare kedaluwarsa,” ujar Sari, 28 tahun, korban penipuan. Agar terhindar dari risiko, pakar menyarankan: 1. Periksa rekam jejak penjual melalui ulasan dan riwayat transaksi. 2. Waspada terhadap harga tidak wajar untuk barang mewah. 3. Pilih metode pembayaran terlindungi (escrow) dan hindari transfer langsung. Masa Depan Live Commerce, Integritas vs. Pertumbuhan Cepat Meski penuh kontroversi, industri ini tetap menjanjikan. Proyeksi BMI Research (2023) memperkirakan pasar live shopping Asia Tenggara akan mencapai USD 32 miliar pada 2025. Menurut Dr. Rina, kunci keberlanjutannya terletak pada tiga aspek yaitu penguatan teknologi pendeteksi penipuan, regulasi yang tegas, dan peningkatan literasi digital masyarakat. “Live shopping adalah evolusi ritel modern, tetapi kepercayaan konsumen tidak boleh dikorbankan,” tegasnya. 

Referensi : 
1. Statista (2022): Laporan mengenai dominasi live shopping di China yang mencapai 20% total           transaksi e-commerce. Tautan: Statista: Live Commerce in China 
2. BMI Research (2023): Proyeksi pertumbuhan pasar live shopping Asia Tenggara menjadi USD 32 miliar pada 2025. Tautan: BMI Research: Southeast Asia E-commerce Analysis 
3. Kebijakan TikTok Shop (2023): Konfirmasi penghapusan 1.200 akun penipuan di Indonesia melalui rilis resmi TikTok. Tautan: Kompas: TikTok Hapus Akun Penipu 
4. MIT Technology Review (2023): Analisis risiko penggunaan deepfake dalam pemasaran digital. Tautan: MIT: Deepfake dan Dampaknya 
5. Digital Services Act UE (2023): Regulasi Uni Eropa untuk transparansi dan keamanan transaksi digital, termasuk live shopping. Tautan: EU Digital Services Act 
6. Jurnal Psikologi Konsumen (2023): Studi tentang pengaruh tekanan emosional dalam live commerce dari Journal of Retailing. Tautan: ScienceDirect: Psikologi Live Shopping

Tidak ada komentar: