Jumat, 12 November 2010

Mengenang Hari Pahlawan

Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya

Peristiwa di Surabaya merupakan rangkaian peristiwa yang dimulai sejak kedatangan Sekutu dengan Bendera AFNEI di Jawa Timur dimana Amerika Serikat menempatkan Brigade 49 dari bagian divisi ke 23 Sekutu. Grigade 49 dipimpin oleh Brigjen A.W.S Mallaby yang mendarat tanggal 25 Oktober 1945.
Pada mulanya pemerintah Jawa Timur engan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian dibuat kesepakatan antara Gubernur Jawa Timur R.M.T.A Suryo dengan Brigjen Mallaby dan menghasilkan kesekapatan sebagai berikut :
• Inggris berjanji tidak mengikutsertakan angkatan perang Belanda
• Menjalin kerjasama kedua belah pihak untuk menciptakan keamanan dan ketentraman
• Akan dibentuk kontak biro
• Inggris akan melucuti senjata
Dengan kesepakatan tersebut , Inggris diperkenankan memasuki kota Surabaya. Ternyata Inggris ingkar janji, hal ini terlihat dalam penyerbuan ke penjara Kalisosok 26 Oktoiber 1945. Inggris menduduki pangkalan udara Tanjung Perak tanggal 27 Oktober 1945, serta menyebarkan pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan JawaTimur menyerahkan senjatanya. Kontak senjata antara Sekutu dan rakyat Surabaya sudah terjadi sejak 27 Oktober 1945. Karena terjadi kontak senjata yang dikawatirkan meluas, maka Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta mengadakan perundingan dengan Sekutu dengan perumusan hasil perundingan sebagai serikut :
• Surat-surat selebaran /pamflet dianggap tidak berlaku
• Sekutu mengakui keberadaan TKR dan polisi Indonesia
• Seluruh kota Surabaya tidak lagi dijaga ketat oleh Sekutu, sedangkan kamp-kamp tawanan dijaga bersama-sama TKR dan sekutu
• Tanjung Perak dijaga TKR bersama Sekutu dan Polisi Indonesia
Walaupun perundingan telah disepakai , tetapi diberbagai tempat di Surabaya tetap terjadi bentrok senjata antara Sekutu dan rakyat Surabaya yang bersenjata.. Pertempuran seru terjadi di Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah, karena di gedung itu telah dikepung oleh pemuda yang menuntut agar pasukan A.W.S Mallaby menyerah. Tuntutan para pemuda ditolak pasukan Sekutu . Karena gencarnya pertempuran disana akibatnya terjadi kejadian fatal yakni meninggalnya Brigjen A.W.S Mallaby tertusuk bayonet dan bamboo runcing pada tanggal 30 Oktober 1945.
Dengan meninggalnya A.W.S Mallaby pihak Inggris memperingatkan rakyat Surabaya dan meminta pertanggungjawaban . Sekutu mengancam agar rakyat Surabaya menyerah dan akan menghancurkan apabila tidak mengindahkan seruan tersebut. Ultimatum Inggris bermakna ancaman balas dendam atas pembunuhan A.W.S Mallaby disertai perintah melaporkan ketempat-tempat yang ditentukan dan pemuda bersenjata harus menyerahkan senjatanya . Ultimatum Inggris tersebut secara resmi ditolak rakyat Indonesia Surabaya melalui pernyataan Gubernur Suryo. Sikap rakyat Surabaya atas ultimatum itu dicerminkan oleh pidato radio Gubernur Soerdjo hari itu juga ( tanggal 9 November 1945 ) pada tengah malam jam 23.00 WIB. Antara lain ia berkata, “….berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah: Lebih baik hancur daripada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris, kita akan memegang teguh sikap ini. Kita tetep menolak ultimaum itu!” Maka pagi hari tanggal 10 November 1945, Kota Surabaya digempur oleh pasukan Mansergh dari darat, laut dan udara.

Dengan penolakan tersebut pertempuran tidak terhindarkan lagi , maka pecahlah pertempuran pada tanggal 10 Nopember 1945. Sekutu mengerahkan pasukan infantri dengan senjata-senjata berat. Peristiwa heroik itu berlangsung hampir tiga minggu. Dalam pertempuran tersebut melalui siaran radio , Bung Tomo membakar semangat arek-arek Suroboyo. Pertempuran tersebut memakan banyak korban dari pihak bangsa Indonesia , karena itu diperingati sebagai hari Pahlawan setiap 10 Nopember. Peringatan itu merupakan komitmen bangsa Indonesia yang berupa penghargaan terhadap kepahlawanan rakyat Surabaya sekaligus mencerminkan tekad perjuangan seluruh bangsa Indonesia .

Tidak ada komentar: