Di era digital yang serba cepat ini, Gen Z menghadapi dilema
antara FOMO (Fear of Missing Out) dan JOMO (Joy of Missing Out). Kedua fenomena
psikologis ini membentuk cara mereka berinteraksi dengan dunia digital dan
sosial. Pertanyaannya, mana yang paling pas untuk gaya hidup Gen Z saat ini?
![]() |
Menikmati Ketenangan dalam Kesederhanaan (Pexels.com/Kampus Production) |
Ketika FOMO Mengintai: Kecemasan karena Takut Ketinggalan
FOMO adalah rasa cemas atau khawatir akan melewatkan
pengalaman menyenangkan yang orang lain bagikan, terutama di media sosial.
Platform seperti Instagram dan TikTok memperparah perasaan ini karena semua
orang seolah berlomba memamerkan momen terbaiknya.
Penelitian Pew Research Center tahun 2022 menunjukkan bahwa
banyak remaja dan dewasa muda merasa tidak cukup baik atau suka membandingkan
diri di media sosial. Tekanan untuk selalu update dengan tren, acara,
atau pencapaian teman memicu kebiasaan mengecek notifikasi terus-menerus,
bahkan sampai mengganggu tidur dan konsentrasi. FOMO bisa berujung pada
kecemasan sosial, rasa rendah diri, hingga kelelahan mental akibat terlalu
banyak informasi.
JOMO: Menikmati Ketenangan dalam Kesederhanaan
Berbeda dengan FOMO, JOMO adalah perasaan puas dan bahagia
karena tidak terlibat dalam semua aktivitas sosial atau digital. Ini adalah
sikap yang mengutamakan kesehatan mental dan kesejahteraan pribadi di atas
tuntutan untuk selalu terhubung atau mengikuti tren. JOMO mendorong kita untuk
lebih hadir di momen sekarang, menghargai waktu sendiri, dan fokus pada hal
yang benar-benar penting.
Konsep JOMO semakin relevan karena banyak yang sadar akan
dampak buruk paparan digital berlebihan. Menerapkan JOMO bisa sesederhana
mematikan notifikasi ponsel saat berkumpul, memilih membaca buku daripada scrolling,
atau menolak ajakan yang tidak sesuai prioritas. Ini adalah bentuk kontrol diri
untuk mendapatkan kembali waktu dan energi yang sering terkuras oleh dunia
digital. Psikolog Dr. Kate Sweeny menegaskan, JOMO bukanlah isolasi, melainkan
pilihan sadar untuk kebaikan diri sendiri.
Mana yang Terbaik untuk Gen Z?
Tidak ada jawaban tunggal yang mutlak. Keduanya adalah
respons terhadap lingkungan digital yang intens. Namun, melihat masalah
kesehatan mental yang dihadapi Gen Z, JOMO menawarkan solusi yang lebih baik
dan berkelanjutan.
Gen Z tumbuh di tengah lautan informasi dan perbandingan
sosial. Tekanan untuk tampil sempurna di media sosial dan selalu terhubung bisa
memicu stres kronis dan kecemasan. Menerapkan JOMO dapat membantu Gen Z untuk:
- Meningkatkan
Kesehatan Mental: Mengurangi paparan konten yang memicu kecemasan bisa
memperbaiki mood dan mengurangi stres.
- Membangun
Hubungan Lebih Dekat: Mengurangi gangguan digital memungkinkan Gen Z lebih
fokus pada interaksi langsung dan hubungan yang lebih tulus.
- Meningkatkan
Produktivitas: Waktu yang tadinya dipakai untuk scrolling bisa
dialihkan untuk pengembangan diri atau hobi.
- Mengenali
Diri: JOMO mendorong refleksi diri tentang apa yang benar-benar membuat
bahagia, bukan sekadar mengikuti standar orang lain.
Meski begitu, FOMO tidak selalu buruk. Kadang, FOMO bisa
mendorong kita mencoba hal baru atau berpartisipasi dalam kegiatan positif.
Kuncinya adalah keseimbangan. Gen Z perlu belajar menavigasi dunia digital
dengan cerdas, mengenali kapan FOMO merugikan, dan kapan saatnya menerapkan
JOMO.
Menuju Hidup yang Seimbang
Gaya hidup Gen Z di masa depan kemungkinan akan memadukan
kedua konsep ini dengan cerdas. Mereka akan tetap terhubung dengan dunia,
memanfaatkan teknologi untuk belajar dan bersosialisasi, tetapi juga menyadari
pentingnya "puasa" digital untuk memprioritaskan kesehatan mental.
Mendorong literasi digital, kesadaran dampak media sosial,
dan praktik mindfulness sangat penting. Pada akhirnya, pilihan antara
FOMO dan JOMO ada pada individu. Gen Z yang bijak akan memilih jalan yang
memungkinkan mereka berkembang, menjaga kesehatan mental, dan membangun
kehidupan yang bermakna, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Sumber Referensi:
- Pew
Research Center. (2022). Teens, Social Media and Technology 2022.
(Merujuk pada data survei tentang dampak media sosial pada remaja dan
dewasa muda).
- Sweeny,
K. (Psikolog, University of California, Riverside). (Merujuk pada
penelitian dan pandangan Dr. Kate Sweeny tentang fenomena JOMO dan pilihan
sadar dalam interaksi sosial).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar