Rabu, 02 April 2025

Terobosan CRISPR Bagi Penderita Anemia Sel Sabit dengan Penyuntingan Gen

Selama bertahun-tahun, Ade (15) asal Nigeria harus bergantung pada transfusi darah bulanan untuk bertahan dari anemia sel sabit, penyakit genetik yang mengubah sel darah merahnya menjadi kaku dan berbentuk sabit. Rasa nyeri hebat, kerusakan organ, dan ancaman hidup pendek menjadi bagian dari kesehariannya. Namun, sejak awal 2023, remaja ini merasakan kehidupan baru setelah menjalani terapi gen CRISPR-Cas9, teknologi revolusioner yang memungkinkan penyuntingan DNA. “Sekarang saya bisa bermain dan belajar seperti teman-teman,” ujarnya dengan senyum lega. Kisah Ade adalah bukti nyata bagaimana sains sedang menulis ulang masa depan pengobatan penyakit genetik.

Anemia Sel Sabit,  Beban Global yang Terabaikan

Anemia sel sabit, kelainan genetik akibat mutasi pada gen HBB, menyebabkan hemoglobin, protein pembawa oksigen, kehilangan bentuk normalnya. Data WHO menyebutkan, lebih dari 300.000 bayi lahir dengan kondisi ini tiap tahun, dengan 75% kasus terkonsentrasi di Afrika Sub-Sahara. Sebelum CRISPR, pilihan terapi terbatas pada transfusi darah yang berisiko kelebihan zat besi atau transplantasi sumsum tulang dengan donor yang sulit ditemukan.

“Selain rasa sakit fisik, pasien sering mengalami diskriminasi karena dianggap tidak produktif,” ungkap Dr. Siti Rahayu, ahli hematologi di RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Penderita Anemia Sel Sabit dapat disembuhkan (Pexels.com/Tima Miroshnichenko)

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-4495080121929693"
     crossorigin="anonymous"></script>

CRISPR-Cas9, Teknologi Penyunting Gen Penyelamat

CRISPR-Cas9, sistem penyunting gen yang terinspirasi dari mekanisme pertahanan bakteri, memungkinkan ilmuwan memodifikasi DNA dengan akurasi tinggi. Untuk anemia sel sabit, teknologi ini difokuskan pada pengaktifan kembali gen hemoglobin fetal (HbF)—jenis hemoglobin yang biasanya hanya aktif pada janin. HbF mampu mencegah pembentukan sel sabit dan menjaga aliran oksigen tetap lancar.

Hasil uji klinis fase III oleh Vertex Pharmaceuticals dan CRISPR Therapeutics (2022) membawa kabar menggembirakan: 97% peserta (30 dari 31 pasien) terbebas dari episode nyeri kritis selama setahun pascaterapi. Kesuksesan ini mendorong Badan Pengawas Obat AS (FDA) menyetujui terapi exagamglogene autotemcel (exa-cel) pada akhir 2023—terapi CRISPR pertama di dunia untuk anemia sel sabit.

Prosedur Terapi,  Transformasi Sel Punca Menjadi Penyembuh

Terapi CRISPR untuk anemia sel sabit melibatkan empat tahap krusial:

  1. Isolasi Sel Punca: Sel punca pembentuk darah diambil dari sumsum tulang pasien.
  2. Modifikasi Genetik: Di laboratorium, CRISPR digunakan untuk mengaktifkan produksi HbF dalam sel tersebut.
  3. Persiapan Tubuh: Pasien menjalani kemoterapi ringan untuk membersihkan sumsum tulang yang bermasalah.
  4. Infusi Sel: Sel yang telah dimodifikasi dimasukkan kembali ke tubuh, lalu membentuk sel darah merah sehat.

“Proses ini seperti mengembalikan ‘pabrik’ darah ke kondisi optimalnya saat masa bayi,” jelas Prof. David Liu, pakar biologi sintetis di Broad Institute MIT-Harvard.

Dilema di Balik Kesuksesan,  Mahalnya Terapi dan Kesenjangan Global

Meski efektif, terapi ini masih menghadapi tantangan besar: biaya. Exa-cel diprediksi memakan biaya hingga USD 2,2 juta per pasien—harga yang fantastis bagi negara berkembang. Di Nigeria, kurang dari 1% penderita anemia sel sabit memiliki akses ke pengobatan dasar, apalagi terapi mutakhir seperti CRISPR.

Isu etis juga mengemuka, terutama terkait risiko penyuntingan gen tidak sengaja (off-target effects) dan kesenjangan akses antara negara kaya dan miskin. Dr. Haydar Frangoul, peneliti utama uji klinis, menegaskan, “Kami berkomitmen bekerja sama dengan organisasi global untuk meningkatkan keterjangkauan.”

Peluang bagi Indonesia,  Mempersiapkan Infrastruktur dan SDM

Di Indonesia, anemia sel sabit sering kali tertukar diagnosis dengan malaria atau talasemia. Kementerian Kesehatan mencatat sekitar 1.500 kasus baru per tahun, terutama di wilayah timur Indonesia.

Dr. Siti Rahayu mengungkapkan, RSUP Cipto Mangunkusumo sedang menjajaki kerja sama dengan institusi internasional untuk mengadopsi terapi gen. “Infrastruktur laboratorium biosafety level 3 dan regulasi ketat menjadi prasyarat utama,” tegasnya.

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-4495080121929693"

     crossorigin="anonymous"></script>


Masa Depan CRISPR,  Dari Penyakit Genetik hingga Terapi Universal

Keberhasilan CRISPR pada anemia sel sabit membuka pintu bagi terapi penyakit genetik lain, seperti talasemia beta dan distrofi otot. Perusahaan seperti Intellia Therapeutics bahkan mengembangkan CRISPR in vivo—penyuntingan gen langsung di dalam tubuh tanpa perlu transplantasi sel.

“Dalam satu dekade, CRISPR bisa menjadi solusi untuk puluhan penyakit yang sebelumnya dianggap tak tersembuhkan,” ujar Prof. Jennifer Doudna, peraih Nobel Kimia 2020 untuk penemuan CRISPR.

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-4495080121929693"

     crossorigin="anonymous"></script>


Sumber dan Referensi

1.        Hasil Uji Klinis (2022): New England Journal of MedicineEfektivitas CRISPR untuk Anemia Sel Sabit, https://respiratory--therapy-com.translate.goog/disorders-diseases/chronic-pulmonary-disorders/chronic-diseases/fda-approves-crispr-sickle-cell-disease/

2.        Persetujuan FDA (2023):  Siaran Resmi FDA: Persetujuan Terapi Gen Pertama, https://investorrelations.sarepta.com/news-releases/news-release-details/sarepta-therapeutics-announces-fda-approval-elevidys-first-gene

3.        Laporan WHO (2023): WHO: Strategi Penanganan Anemia Sel Sabit di Afrika, https://www.afro.who.int/health-topics/sickle-cell-disease

4.        Wawancara Prof. David Liu (2023): NaturePerkembangan Terkini CRISPR. https://www.nature.com/collections/cpzkghhnlg

5.        Analisis Biaya Terapi (2023): Health AffairsTantangan Ekonomi Terapi Gen. https://www.healthaffairs.org/doi/10.1377/hlthaff.2020.01560

Tidak ada komentar: