Translate

Minggu, 09 Februari 2025

PANGLIMA PERANG JIAN BERSISIK NAGA Episode 2 ( Tamat )

Beberapa bulan kemudian, Bu Mei merasakan ada yang berbeda. Ia merasa tubuhnya berubah, dan setelah pergi ke tabib, ia mengetahui bahwa ia sedang hamil! Kabar bahagia ini langsung disambut suka cita oleh keluarga Pak Liang dan Bu Mei. Mereka tahu bahwa berkat doa dan berkah Long Wei, permohonan mereka akhirnya dikabulkan. Merekapun selama ini semakin dimudahkan dalam mendapatkan rezeki karena jualan kayu bakar semakin banyak uang  yang didapatkannya.

 

Panglima Jian

Kandungan Bu Mei dari hari ke hari sudah mulai tampak membesar. Meskipun Bu Mei sudah cukup tua, kehamilan ini tetap terasa penuh keajaiban. Keluarga Pak Liang selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, memanjatkan doa agar bayi yang akan lahir dan Bu Mei selalu sehat dan selamat.

 

Doa mereka ternyata dikabulkan. Selama masa kehamilan, Bu Mei tetap sehat dan bugar, dan pada akhirnya, seorang bayi laki-laki lahir pun dalam keadaan selamat dan sehat. Mereka memberi nama bayi laki-laki itu Jian, dan Jian tumbuh menjadi anak yang tampan dan cerdas.

 

Saat masih kecil, Jian menunjukkan kelebihan yang luar biasa dibandingkan anak-anak seusianya. Karena Jian hidup di tengah hutan tanpa teman bermain, ia hanya bergaul dengan hewan-hewan hutan yang menjadi teman-temannya. Pada usia lima tahun, Jian jatuh sakit. Badannya demam tinggi, dan ia sempat tak sadarkan diri. Namun setelah panasnya reda, ada hal aneh yang terjadi. Di leher dan sebagian wajahnya Jian muncul sisik seperti sisik seekor ular. Bahkan kadang-kadang, ketika Jian marah atau menangis, ia mengeluarkan suara desisan seperti ular. Hal ini membuat Pak Liang dan Bu Mei khawatir dan sedih, tapi Jian tidak terlalu mempedulikannya. Baginya, itu hanya hal biasa karena ia jarang bertemu teman manusia selain kedua orang tuanya dan hewan-hewan hutan.

 

Namun, seiring berjalannya waktu, Jian menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Sorot matanya dan suara desisan yang keluar ketika ia marah atau menangis ternyata membuat hewan-hewan di hutan takut padanya. Suatu hari, saat ada seekor hewan liar yang hendak menyerangnya, Jian lari sambil menangis. Ajaibnya, suara tangisan Jian yang disertai desisan panjang justru membuat hewan liar itu lari ketakutan. Kejadian ini berulang-ulang, dan Jian semakin sadar bahwa dirinya memiliki kekuatan yang luar biasa.

 

Keluarga Pak Liang dan Bu Mei mulai menyadari perubahan besar dalam diri Jian. Mereka merasa bangga, tetapi juga khawatir. Mereka takut jika kekuatan itu disalahgunakan, bisa membawa petaka. Oleh karena itu, Pak Liang dan Bu Mei berusaha mendidik Jian dengan baik, mengajarkan nilai-nilai kebaikan agar ia bisa menggunakan kekuatannya untuk hal-hal yang positif.

 

Tahun demi tahun berlalu, dan Jian tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan, meskipun masih memiliki sisik di leher dan kadang-kadang mengeluarkan suara desisan. Pak Liang dan Bu Mei kini sudah mulai menua, tubuh mereka semakin lemah. Jian yang kini dewasa, dengan penuh kasih, membantu orang tuanya dalam segala hal. Kebiasaan mereka yang dulu menjual kayu bakar ke pasar sudah tidak dilakukan lagi. Mereka kini memilih bercocok tanam dan berburu untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Mereka ingin hidup sederhana dan menjaga agar kekuatan Jian tidak diketahui oleh masyarakat sekitar.

 

Meskipun begitu, Pak Liang dan Bu Mei selalu mendidik Jian dengan penuh kasih dan kesabaran, mengajarkan nilai-nilai baik yang dapat membantu Jian ketika ia menjadi bagian dari masyarakat. Mereka ingin Jian tumbuh menjadi pemuda yang bijaksana dan berbakti, baik kepada keluarganya maupun kepada orang lain.

 

Singkat cerita, setelah Jian dewasa, kedua orang tuanya yang sudah tua akhirnya meninggal dunia. Jian merasa sangat kehilangan, tapi ia tetap melanjutkan hidup dengan cara yang biasa: bercocok tanam, berburu, dan mencari ikan serta buah-buahan di hutan. Meski kadang kesepian, Jian selalu merasa bahwa hewan-hewan hutan adalah teman terbaiknya, bahkan mereka sering membuatnya tertawa.

 

Suatu hari, saat Jian sedang mencari hewan buruan, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari kejauhan. Ada teriakan manusia dan derap kaki kuda yang semakin mendekat. Jian buru-buru bersembunyi di balik semak-semak untuk mengintip. Ia mengerutkan dahi dan hampir tertawa kecil saat melihat beberapa orang menunggang kuda, mereka tampak panik dan bingung. "Ada apa nih? Kok kelihatan buru-buru banget?" pikir Jian sambil menyembunyikan senyumnya.

 

Ternyata, orang-orang itu membawa seorang pria yang terikat dan berteriak-teriak minta tolong. Mereka berhenti di dekat tempat persembunyiannya dan mulai melepaskan pria itu, bersiap untuk menyiksanya. Jian yang tidak bisa diam, langsung melompat keluar dari persembunyiannya. Tapi saat ia hendak berlari, kakinya tersandung akar pohon! Plung! Jian terjatuh tepat di depan para penculik. Pria yang terikat itu malah tertawa kecil melihatnya, "Wah, ternyata pahlawan kita terjatuh duluan!" gumannya sambil terbatuk-batuk.

 

Namun, Jian tak merasa malu. Ia bangkit dan, dengan kekuatan luar biasa, berhasil mengalahkan para penculik. Meskipun ia sempat menggoda mereka dengan kalimat seperti, "Lihat, saya pahlawan yang terjatuh tapi tetap menang!" Jian membawa pria yang telah diselamatkan itu ke rumahnya dan merawat luka-lukanya.

Ternyata, pria yang telah diselamatkan itu adalah seorang pangeran muda, putra mahkota kerajaan yang telah diculik oleh kelompok pemberontak. Kelompok pemberontak itu berhasil menggulingkan raja dan keluarganya, dan dalam pelariannya, sang pangeran tertangkap. Untungnya, Jian datang tepat waktu, meskipun sebelumnya sempat tersandung beberapa kali di jalan pulang!

 

Beberapa hari kemudian, setelah sang pangeran sembuh, ia mengajak Jian untuk membantu merebut kembali istana dari para pemberontak. Pangeran yakin bahwa dengan kekuatan Jian, mereka bisa mengusir pemberontak dan mengembalikan kerajaan ke tangan yang sah. Jian setuju, dan perjalanan menuju istana pun dimulai. Di tengah perjalanan, Jian sempat tertidur sambil berjalan, hingga pangeran terkejut melihatnya dan hampir berteriak, "Jian! Jangan tidur saat kita berperang!" Jian pun terbangun sambil tertawa, "Tenang, saya cuma lagi nge-charge energi, kok!" jawabnya santai.

 

Pertempuran antara pasukan setia kerajaan yang dipimpin oleh Jian dan para pemberontak berlangsung sengit, namun ada momen lucu ketika Jian menggunakan kekuatannya untuk mengusir pemberontak. Dengan semburan beracun seperti ular, Jian membuat pemberontak lari ketakutan. Beberapa pemberontak yang berani mendekat justru terjatuh ke dalam lubang yang digali oleh Jian sebelumnya—tanpa sengaja, tentu saja! "Aduh, saya kira itu jebakan untuk tentara musuh, bukan untuk kita!" teriak salah satu pemberontak yang kebingungan.

 

Pada akhirnya, pemberontak menyerah dan meninggalkan istana. Pangeran yang selamat diangkat menjadi raja muda, menggantikan ayahnya yang gugur dalam pemberontakan. Sebagai tanda terima kasih atas keberanian dan bantuan Jian, Raja muda mengangkat Jian menjadi Panglima Perang kerajaan. Ketika diumumkan, seluruh kerajaan tertawa bahagia, karena Jian yang terkenal bukan hanya karena kesaktiannya, tetapi juga karena kelucuan dan keberaniannya dalam menghadapi situasi sulit.  Raja muda bahkan berkata, "Jian, kau bukan hanya pahlawan, tapi juga penghibur kerajaan ini!"

 

Panglima Perang Jian pun menjadi sangat terkenal di kerajaan. Lehernya yang bersisik naga menjadi ciri khas yang membuatnya dihormati oleh banyak orang. Bahkan, kerajaan-kerajaan lain pun menghormati Jian, dan kerajaan yang dipimpinnya pun semakin makmur dan sejahtera, berkat kebijaksanaan dan sedikit kelucuan yang selalu Jian bawa ke dalam hidup mereka.

Tidak ada komentar: